Budaya Asli Indonesia 2
Hiasan sinarasah seperti yang dilakukan di Persia kuno, tergolong lebih sederhana dibanding dengan kinatah. Motif sinarasah selain untuk penghias dan penambah keindahan, sering pula dipakai motif rajah, yaitu semacam gambaran yang dianggap mempunyai arti gaib. Misalnya rajah kala cakra, raja Suleman, dsb.
Ditinjau dari cara pembuatannya, keris dapat dibagi tiga golongan. Yaitu keris Ageman, yang mementingkan keindahan bentuk lahiriah (eksoteri) dari keris itu. Golongan kedua adalah keris Tayuhan, yang lebih mementingkan tuah dan kekuatan gaib (esoteri) keris itu. Dan golongan ketiga adalah Pusaka, yang tetap mementingkan keduanya.
Ditinjau dari bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris terbagi menjadi sekitar 250 dapur keris. Bentuk bilahnya, ada dua macam yaitu yang lurus dan yang luk, yaitu bilahnya berkelok-kelok bergelombang. Jumlah luk, mulai dari satu sampai 13. Namun ada pula yang lebih dari 13. Keris yang lebih 13 jumlah luknya, tergolong tidak normal (bukan tidak baik), dan biasa disebut keris Kalawija. Sedang hiasan pamor pada bilahnya lebih dari 150 ragam pamor.
Keris yang dibuat dalam lingkungan kraton, umunya diberi gelar : Kiai, Kangjeng Kiai dan Kangjeng Kiai Ageng. Gelar dan nama keris itu tercatat dan tersimpan dalam arsip kraton. Sedang keris milik kraton, umumnya disimpan dalam suatu ruang khusus yang diberi nama Gedong Pusaka atau ruang pusaka.
Keris-keris yang terkenal dan disebut-sebut dalam legenda atau cerita rakyat, yang paling terkenal adalah Keris Empu Gandring pada zaman kerajaan Singasari. Keris itu konon dibuat oleh Empu Gandring, atas pesanan Ken Arok untuk membunuh Awuku Tunggul Ametung. Keris terkenal lainnya, keris Kangjeng Kiai Sengkelat, pusaka kerajaan Majapahit yang konon pernah dicuri oleh Adipati Blambangan. Ada lagi keris Kyahi Setan Kober yang dipakai oleh Arya Jipang sewaktu berperang melawan Danang Sutawijaya, menjelang berdirinya kerajaan Pajang.